1. sejarah Bimbingan dan Konseling di Amerika
Bimbingan dan Konseling pertama kali lahir di Amerika
pada awal abad XX, yaitu pada tahun 1908 Frank Persons membuka klinik
di Boston dengan nama Boston Vocational Bureau yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan informasi dan pelatihan bagi pemuda yang ingin
mencari kerja. Lembaga ini juga melatih guru di sekolah untuk dapat
menyeleksi dan memberi nasihat kepada siswa dalam pemilihan sekolah yang
lebih tepat untuk karirnya nanti. Tahun 1909 Frank Persons menerbitkan
buku “chosing a vocation” yang kemudian melalui buku ini
berhasil mengidentifikasi dan mengenalkan profesi baru untuk membantu
orang lain sehingga dia dikenal sebagai “Father of The Guidance Movement in American Education”. Pada tahun 1913 muncul sebuah gerakan bimbingan bagi anak-anak muda yang belum berpengalaman bekerja yang diwadahi oleh National Vocational Guidance Association yang kemudian istilah guidance “bimbingan”
menjadi label yang popular dalam gerakan konseling di sekolah-sekolah
hampir kurang lebih 50 tahun. Banyak tokoh-tokoh yang mempelopori
gerakan bimbingan dan konseling sehingga sangat berpengaruh terhadap
sejarah bimbingan dan konseling seperti Jessi B Davis, Anna Y. Reed, Eli
W. Weaver dan David S. Hill.
Kemudian dalam kurun waktu seperempat abad XX, dua perkembangan
signifikan dalam psikologi mempengaruhi perkembangan gerakan bimbingan
dan konseling di sekolah, yaitu : Pengenalan dan pengembangan tes
psikologis standar yang diberikan secara kelompok dan gerakan kesehatan
mental. Perubahan ini dimulai sejak tahun 1905 ketika Psikolog perancis
Alfred Binet dan Theodore Simon memperkenalkan tes kecerdasan untuk
pertama kali. Kemudian tahun 1916 versi terjemahan dan revisi
diperkenalkan di AS oleh Lewis M. Terman dan kolega-kolega di
Universitas Stanford dan tes kecerdasan ini populer sekolah-sekolah.
Pada Tahun 1920-an di kalangan pendidik professional, terjadi sebuah
gerakan progersif yang membuka terobosan baru bagi sebuah era
pendidikan. Banyak konselor pada masa ini yang mengakui dalam perspektif
pendidikan progresif, siswa dan guru semestinya membuat rencana
bersama-sama, bahwa lingkungan social anak semestinya diperbaiki, bahwa
kebutuhan dan keinginan perkembangan siswa semestinya diperhatikan dan
bahwa lingkungan psikologis ruang kelas mestinya positif dan menguatkan.
Sejak tahun 1920-an ini pula program bimbingan yang terorganisasi mulai
muncul dengan frekuensi tinggi di jenjang SMP, lebih intensif lagi di
SMA dengan pengangkatan guru BK. Bimbingan dan konseling di Jejang SD
juga mulai tampak akhir 1920-an dan awal 1930-an dipicu oleh
tulisan-tulisan dan usaha keras William Burnham yang menekankan guru
untuk memajukan kesehatan mental anak yang memang diabaikan pada era
itu. Dengan keberhasilan gerakan pata tahun 1920an ini Banyak pihak
mulai mengakui manfaat gerakan bimbingan, maka pendukung gerakan mulai
memikirkan program bimbingan siswa dapat disediakan di setiap jenjang
dari SD sampai SMA.
Akhir PD II, gerakan bimbingan mulai menampaki vitalitas dan arah
yang baru. Tokoh dari gerakan ini adalah Carl Rogers yang memberi
pengaruh yang besar sebagai gerakan konseling di sekolah dan masyarakat.
Rogers mengusulkan sebuah teori konseling baru di dua buku
terpentingya: Counseling and Psychoterapy (1942) menawarkan
konseling non direktif sebagai alternative untuk metode tradisional yang
lebih direktif sifatnya. Ia menekankan tanggung jawab klien untuk
memahami problemnya sendiri dan memicu mereka mengembangkan diri; Teori
ini dilabeli “non direktif” (tidak mengarahkan) karena bertolak belakang
dengan pendekatan tradisional yang berpusat pada intervensi konselor
saat menangani problem siswa. Buku yang kedua “Client-centered Therapy
“ mengusulkan perubahan semantic dari konseling non direktif menjadi
‘berpusatklien’, namun yang lebih penting lagi , meletakkan titik berat
pada kemungkinan pertumbuhan dalam diri klien. Pengaruh dari Rogers ini
menghasilkan sebuah pentitikberatan pada konseling sebagai aktivitas
primer dan mendasar para konselor sekolah.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika sangat pesat dengan
adanya perkembangan asosiasi konselor amerika mulai tahun 1950 . Hal ini
ditandai dengan berdirinya APGA (American Personnel and Guidance Association) pada tahun 1952. Selanjutnya, pada bulan Juli1983 APGA mengubah namanya nenjadi AACD (American Association for Counselling and Development). Kemudian tahun 1992 berubah menjadi the American Counseling Association (ACA).
Dengan awal perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika kemudian
bimbingan dan konseling juga berkembangan menjalar ke Eropa, Asia,
Afrika, Amerika Selatan dan Australia.
- Sejarah Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Sejarah lahirnya bimbingan dan konseling di Indonesia diawali sejak
masukkannya bimbingan dan konseling (dulunya bimbingan dan penyuluhan)
pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini
merupakan salah satu hasil konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang
tanggal 20-24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP
Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1971 berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada
delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP
Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado.
Melalui proyek ini bimbingan dan konseling dikembangkan, juga berhasil
disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan bimbingan dan penyuluhan”
pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas di
dalamnya memuat pedoman bimbingan dan konseling. Tahun 1978
diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA bimbingan dan konseling di IKIP
(setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru bimbingan dan
konseling di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan
guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Konseling. Pengangkatan
Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai diadakan sejak adanya
PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Konseling. Keberadaan Bimbingan dan
Konseling secara legal formal diakui pada tahun 1989 dengan lahirnya SK
Menpan No 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam
lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Perkembangan sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia lebih
banyak dilakukan dalam kegiatan formal di sekolah. Pada awal tahun 1960
di beberapa sekolah dilakukan program bimbingan akademis dan konseling
yang terbatas. Pada tahun 1964, lahir Kurikulum SMA Gaya Baru, dengan
program bimbingan dan konseling yang saat itu disebut “Bimbingan dan
Penyuluhan” pada waktu itu dipandang sebagai unsur pembaharuan dalam
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Akan tetapi program ini tidak
berjalan, karena kurang persiapan prasyarat dan kekurangan tenaga
pembimbing yang profesional. Untuk mengatasinya pada dasawarsa 60-an
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan diteruskan oleh Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1963) membuka jurusan bimbingan dan
konseling yang sekarang dikenal dengan Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI) dengan nama Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB).
Secara formal bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak
diberlakukannya kurikulum 1975 yang menyatakan bahwa bimbingan dan
konseling merupakan bagian integral pendidikan di sekolah. Petugas yang
secara khusus melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling pada saat
itu disebut Guru Bimbingan dan Penyuluhan (Guru BP).
Pada tahun 1975 berdiri Ikatan Petugas Bimbingan Indonseia (IPBI),
dengan memberikan pengaruh terhadap perluasan program bimbingan di
sekolah yang dilaksankan di Malang. Beberapa upaya dalam pendidikan yang
dilakukan untuk menyempurnakan kurikulum dari kurikulum 1975 ke
kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984 telah dimasukan bimbingan karier di
dalamnya. Usaha untuk memantapkan bimbingan terus dilakukan dengan
diberlakukannya UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan
bagi peranannya pada masa yang akan datang. Pemantapan bimbingan terus
dilanjutkan dengan dikeluarkannya SK Menpan No. 80/1993 tentang jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam Pasal 3 disebutkan tugas
pokok guru adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program
bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan
bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan.
Sejak diberlakukannya kurikulum 1994, sebutan untuk Guru BP berubah
menjadi Guru Pembimbing, sebutan resmi ini diperkuat dengan Surat
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1995
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, serta Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.025/0/1995 tentang
Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya antara lain mengandung arahan dan ketentuan pelaksanaan
pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah oleh guru kelas di
SD dan guru pembimbing di SLTP dan SLTA. Walaupun kedua aturan tersebut
mengandung hal-hal yang berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan
konseling, tetapi tugas itu dinyatakan sebagai tugas guru (dengan
sebutan guru pembimbing) dan tidak secara eksplisit dinyatakan sebagai
tugas konselor. Hal ini dapat dipahami karena sebutan konselor belum ada
dalam perundangan. Penggunaan sebutan guru, sangat merancukan konteks
tugas guru yang mengajar dan konteks tugas konselor sebagai
penyelenggara pelayanan ahli bimbingan dan konseling. Guru pembimbing
yang pada saat ini ada di lapangan pada hakikatnya melaksanakan tugas
sebagai konselor, tetapi sering diperlakukan dan diberi tugas layaknya
guru mata pelajaran. Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan
pembelajaran dalam konteks adegan belajar mengajar di kelas yang
layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan
pelayanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. (ABKIN: 2007).
Pada tahun 2001 terjadi perubahan organisasi Ikatan Petugas Bimbingan
Indonseia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN). Dengan fungsi bahwa bimbingan dan konseling harus tampil
sebagai profesi yang mendapat pengakuan. Kemudian pada tahun 2003
istilah guru pembimbing berganti menjadi konselor. Merujuk pada UU RI
No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan untuk guru
pembimbing dinyatakan dalam sebutan ‟Konselor.” Keberadaan konselor
dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu
kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong
belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU RI No.
20/2003, pasal 1 ayat 6).
Namun dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006), posisi
dan arah layanan bimbingan dan konseling di sekolah sesungguhnya
mengalami kemunduran, karena adanya pemahaman tentang konteks tugas dan
ekspektasi kinerja konselor yang tidak menggunakan materi pelajaran
sebagai konteks layanan keahliannya, dengan ekspektasi kinerja guru yang
menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan keahliannya.
Bimbingan dan konseling dibawa ke wilayah pembelajaran yang berpayung
pada standar isi, bimbingan dan konseling menjadi bagian dari standar
isi yang dituangkan menjadi pengembangan diri dan menjadi salah satu
komponen kurikulum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar