Kamis, 08 Juni 2017

SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING

1. sejarah Bimbingan dan Konseling di Amerika
Bimbingan dan Konseling pertama kali lahir di Amerika pada awal abad XX, yaitu pada tahun 1908 Frank Persons membuka klinik di Boston dengan nama Boston Vocational Bureau yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan informasi dan pelatihan bagi pemuda yang ingin mencari kerja. Lembaga ini juga melatih guru di sekolah untuk dapat menyeleksi dan memberi nasihat kepada siswa dalam pemilihan sekolah yang lebih tepat untuk karirnya nanti. Tahun 1909 Frank Persons menerbitkan buku “chosing a vocation” yang kemudian melalui buku ini berhasil mengidentifikasi dan mengenalkan profesi baru untuk membantu orang lain sehingga dia dikenal sebagai Father of The Guidance Movement in American Education”. Pada tahun 1913 muncul sebuah gerakan bimbingan bagi anak-anak muda yang belum berpengalaman bekerja yang diwadahi oleh National Vocational Guidance Association yang kemudian istilah guidance “bimbingan” menjadi label yang popular dalam gerakan konseling di sekolah-sekolah hampir kurang lebih 50 tahun. Banyak tokoh-tokoh yang mempelopori gerakan bimbingan dan konseling sehingga sangat berpengaruh terhadap sejarah bimbingan dan konseling seperti Jessi B Davis, Anna Y. Reed, Eli W. Weaver dan David S. Hill.
Kemudian dalam kurun waktu seperempat abad XX, dua perkembangan signifikan dalam psikologi mempengaruhi perkembangan gerakan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu : Pengenalan dan pengembangan tes psikologis standar yang diberikan secara kelompok dan gerakan kesehatan mental. Perubahan ini dimulai sejak tahun 1905 ketika Psikolog perancis Alfred Binet dan Theodore Simon memperkenalkan tes kecerdasan untuk pertama kali. Kemudian tahun 1916 versi terjemahan dan revisi diperkenalkan di AS oleh Lewis M. Terman dan kolega-kolega di Universitas Stanford dan tes kecerdasan ini populer sekolah-sekolah. Pada Tahun 1920-an di kalangan pendidik professional, terjadi sebuah gerakan progersif yang membuka terobosan baru bagi sebuah era pendidikan. Banyak konselor pada masa ini yang mengakui dalam perspektif pendidikan progresif, siswa dan guru semestinya membuat rencana bersama-sama, bahwa lingkungan social anak semestinya diperbaiki, bahwa kebutuhan dan keinginan perkembangan siswa semestinya diperhatikan dan bahwa lingkungan psikologis ruang kelas mestinya positif dan menguatkan. Sejak tahun 1920-an ini pula program bimbingan yang terorganisasi mulai muncul dengan frekuensi tinggi di jenjang SMP, lebih intensif lagi di SMA dengan pengangkatan guru BK. Bimbingan dan konseling di Jejang SD juga mulai tampak akhir 1920-an dan awal 1930-an dipicu oleh tulisan-tulisan dan usaha keras William Burnham yang menekankan guru untuk memajukan kesehatan mental anak yang memang diabaikan pada era itu.   Dengan keberhasilan gerakan pata tahun 1920an ini Banyak pihak mulai mengakui manfaat gerakan bimbingan, maka pendukung gerakan mulai memikirkan program bimbingan siswa dapat disediakan di setiap jenjang dari SD sampai SMA.
Akhir PD II, gerakan bimbingan mulai menampaki vitalitas dan arah yang baru. Tokoh dari gerakan ini adalah Carl Rogers yang memberi pengaruh yang besar sebagai gerakan konseling di sekolah dan masyarakat. Rogers mengusulkan sebuah teori konseling baru di dua buku terpentingya: Counseling and Psychoterapy (1942) menawarkan konseling non direktif sebagai alternative untuk metode tradisional yang lebih direktif sifatnya. Ia menekankan tanggung jawab klien untuk memahami problemnya sendiri dan memicu mereka mengembangkan diri; Teori ini dilabeli “non direktif” (tidak mengarahkan) karena bertolak belakang dengan pendekatan tradisional yang berpusat pada intervensi konselor saat menangani problem siswa. Buku yang kedua “Client-centered Therapy “ mengusulkan perubahan semantic dari konseling non direktif menjadi ‘berpusatklien’, namun yang lebih penting lagi , meletakkan titik berat pada kemungkinan pertumbuhan dalam diri klien. Pengaruh dari Rogers ini menghasilkan sebuah pentitikberatan pada konseling sebagai aktivitas primer dan mendasar para konselor sekolah.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika sangat pesat dengan adanya perkembangan asosiasi konselor amerika mulai tahun 1950 . Hal ini ditandai dengan berdirinya APGA (American Personnel and Guidance Association) pada tahun 1952. Selanjutnya, pada bulan Juli1983 APGA mengubah namanya nenjadi AACD (American Association for Counselling and Development). Kemudian tahun 1992 berubah menjadi the American Counseling Association (ACA).
Dengan awal perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika kemudian bimbingan dan konseling juga berkembangan menjalar ke Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Australia.

  1. Sejarah Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Sejarah lahirnya bimbingan dan konseling di Indonesia diawali sejak masukkannya bimbingan dan konseling (dulunya bimbingan dan penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20-24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1971 berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini bimbingan dan konseling dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan bimbingan dan penyuluhan” pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas di dalamnya memuat pedoman bimbingan dan konseling. Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA bimbingan dan konseling di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru bimbingan dan konseling di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Konseling. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Konseling. Keberadaan Bimbingan dan Konseling secara legal formal diakui pada tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Perkembangan sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia lebih banyak dilakukan dalam kegiatan formal di sekolah. Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah dilakukan program bimbingan akademis dan konseling yang terbatas. Pada tahun 1964, lahir Kurikulum SMA Gaya Baru, dengan program bimbingan dan konseling yang saat itu disebut “Bimbingan dan Penyuluhan” pada waktu itu dipandang sebagai unsur pembaharuan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Akan tetapi program ini tidak berjalan, karena kurang persiapan prasyarat dan kekurangan tenaga pembimbing yang profesional. Untuk mengatasinya pada dasawarsa 60-an Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan diteruskan oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1963) membuka jurusan bimbingan dan konseling yang sekarang dikenal dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan nama Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB). Secara formal bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum 1975 yang menyatakan bahwa bimbingan dan konseling merupakan bagian integral pendidikan di sekolah. Petugas yang secara khusus melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling pada saat itu disebut Guru Bimbingan dan Penyuluhan (Guru BP).
Pada tahun 1975 berdiri Ikatan Petugas Bimbingan Indonseia (IPBI), dengan memberikan pengaruh terhadap perluasan program bimbingan di sekolah yang dilaksankan di Malang. Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan untuk menyempurnakan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984 telah dimasukan bimbingan karier di dalamnya. Usaha untuk memantapkan bimbingan terus dilakukan dengan diberlakukannya UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan bagi peranannya pada masa yang akan datang. Pemantapan bimbingan terus dilanjutkan dengan dikeluarkannya SK Menpan No. 80/1993 tentang jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam Pasal 3 disebutkan tugas pokok guru adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan.
Sejak diberlakukannya kurikulum 1994, sebutan untuk Guru BP berubah menjadi Guru Pembimbing, sebutan resmi ini diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1995 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, serta Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya antara lain mengandung arahan dan ketentuan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah oleh guru kelas di SD dan guru pembimbing di SLTP dan SLTA. Walaupun kedua aturan tersebut mengandung hal-hal yang berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling, tetapi tugas itu dinyatakan sebagai tugas guru (dengan sebutan guru pembimbing) dan tidak secara eksplisit dinyatakan sebagai tugas konselor. Hal ini dapat dipahami karena sebutan konselor belum ada dalam perundangan. Penggunaan sebutan guru, sangat merancukan konteks tugas guru yang mengajar dan konteks tugas konselor sebagai penyelenggara pelayanan ahli bimbingan dan konseling. Guru pembimbing yang pada saat ini ada di lapangan pada hakikatnya melaksanakan tugas sebagai konselor, tetapi sering diperlakukan dan diberi tugas layaknya guru mata pelajaran.   Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks adegan belajar mengajar di kelas yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan pelayanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. (ABKIN: 2007).
Pada tahun 2001 terjadi perubahan organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonseia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Dengan fungsi bahwa bimbingan dan konseling harus tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan. Kemudian pada tahun 2003 istilah guru pembimbing berganti menjadi konselor. Merujuk pada UU RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan untuk guru pembimbing dinyatakan dalam sebutan ‟Konselor.” Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU RI No. 20/2003, pasal 1 ayat 6).
Namun dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006), posisi dan arah layanan bimbingan dan konseling di sekolah sesungguhnya mengalami kemunduran, karena adanya pemahaman tentang konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor yang tidak menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan keahliannya, dengan ekspektasi kinerja guru yang menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan keahliannya. Bimbingan dan konseling dibawa ke wilayah pembelajaran yang berpayung pada standar isi, bimbingan dan konseling menjadi bagian dari standar isi yang dituangkan menjadi pengembangan diri dan menjadi salah satu komponen kurikulum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar